16 September 2007

ILMU USHUL FIQH Perbandingan Ushul Fiqh antara Sunni dan Syi’ah

ILMU USHUL FIQH

Perbandingan Ushul Fiqh antara Sunni dan Syi’ah

Pendahuluan

Seseorang yang beriman kepada Allah,Islam dan hukum Islam,serta yang mengetahui bahwa sebagai hamba Allah swt.memiliki tanggung jawab kehambaan kepadaNya atas seluruh tindakannya,tidaklah punya pilihan lain kecuali menjalani kehidupanna dalam segala hal sesuai dengan hukum Islam.Akal sehatnya menuntut bahwa dia mesti mendasarkan segenap tindakan pribadi dan hubungan-hubungannya dengan orang lain atas ajaran-ajaran Islam dan demi tujuan-tujuan praktis,mengambil posisi

Yang dituntut atas dirina itu oleh pengetahuan tentnag dirinya sendiri yakni pengetahuan bahwa dirinya adalah hamba Allah dan mesti mematuhi Hukum yang diturunkan kepada Nabi-Nya.

Setiap orang mengetahui bahwa dia berkewajiban mengikuti hukum Islam.Tindakan-tindakan yang telah dinyatakan sebagai dibolehkan, maka dia bebas untuk mengerjakan atau tidak mengerjakannya.

Sejak Rasulullah wafat,berakhirlah wahyu,dan dengan itu menurut sunni berarti sahabat tidak lagi punya tempat bertanya.

Sejarah singkat Ilmu Ushul

Bagi seorang mahasiswa (Mudaris) yang ingin mempelajari atau mengumpulkan informasi tentang suatu cabang ilmu tertentu,perlu baginya untuk mengenal asal-usul ilmu tersebut,orang-orang yang memperkenalkannya, watak perkembangannya selama berabad-abad, tokoh-tokoh pelopor dan eksponennya serta kitab-kitabnya yang msyhur dan dapat dipercaya.

Studi Ushul adalah salah satu yang berasal dan tumbuh dalam lingkungan budaya Islam.Umumnya orang berpendapat bahwa Ushul pertama kali dikembangkan oelh Muhammad Idris Syafi’i. Ibnu Khaldun dalam mukadimah nya yang masyhur, pada

Bab yang membahas berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan, mengatakan kepada kita,”Orang pertama dalam studi Ushul Fiqh yang menulis sebuah kitab ialah Syafi’I, yang menulis risalahnya yang termasyhur. Di dalam risalah itu, beliau membahas berbagai perintah dan larangan, hadis-hadis,penghapusan dan masalah-masalah lainnya. Setelah beliau, ulama hanafi menulis kitab-kitab serupa dan memperluas penelitiannya hingga ke bentuk praktis.

Almarhum Sayyid Hasan Sadr menulis kitab Ta’sis as Syi’ah ulum al Islam berbagai masalah ushul, seperti perintah dan larangan serta keumuman dan kekhususan. Telah lebih dahulu diperkenalkan oleh ulama syi’ah ayng menulis suatu risalah mengenai masing-masingnya.

Beberapa orientalis beranggapan bahwa ijtihad dimulai di antara orang-orang syi’ah sekitar dua ratus tahun setelah dimulai oleh orang-orang sunni. Pandangan ini mereka sandarkan pada asumsi bahwa selama zaman para Imam tidak ada kebutuhan ijtihad di antara orang-orang syi’ah, demikian pula tidak ada kebutuhan bagi tingkat persiapan terhadap studi ijtihad. Ini adalah suatu anggapan yang sama sekali tidak benar.

Ijtihad, dalam makna penyimpulan berbagai konsekuensi (legislasi) keimanan dari sumber-sumber artinya merujuk konsekuensi-konsekuensi atau legislasi, kepada sumber-sumber untuk penetapan hukum (Sejak zaman para Imam kaum Syi’ah).

Imam memerintahkan kepada sahabat-sahabat mereka untuk mengikutsertakan diri mereka dalam praktek ini.Dalam kitab-kitab para Imam yang dapat dipercaya (Tsiqat) tercatat kalimat yang disampaikan oleh para Imam : “Bagi kami fatwa-fatwa umum (fatwa-fatwa umum adalah tanggung jawab para Imam),sedangkan bagi kalian penerapannya (yakni penerapan fatwa dalam setiap keadaan tertentu adalah tanggung jawab kita).”

Dikalangan ulama syi’ah tokoh terkemuka pertama yang menyusun kitab-kitab Ushul dan yang berbagai pandangannya di bahas dalam Ushul selama berabad-abad ialah sayyid Murtadha ‘Alamul Huda.Kitab paling masyhur diantaranya Thariyah (Perantara).

Syaikh Thusi seorang murid Sayyid Murtadha menulis kitab dan berbagai pandangannya dakam studi Ushul Fiqh.

Alm. Wahid Bahbahani (1118-1208 H) seorang tokoh dalam studi Ushul,yang dalam berbagai hal merupakan figure yang sangat penting.Beliau juga aktif memerangi kaum akhbariyyin ayng pada saat itu menghimpun pengaruh yang luar biasa.

Alm. Syaikh Murtadha Anshari (1214-1281 H) juga tokoh studi Ushul Kitab-kitabnya Faraid ul ushul dan Mukassib (tentang Fiqh).

Alm Mullah Khorasani seorang murid Syaikh Anshari yang terkenal sebagai orang yang mengeluarkan fatwa bagi generasi konstitusional di Iran dan memiliki andil besar dalam pembentukan rezim konstitusional.

Tafahum Syi’ah

Definisi Ilmu Jurisprudensi Islam (Fiqh)

Ilmu mendeduksikan kaidah-kaidah hukum Islam.

Metode Ilmu Prudensi guna menentukan sikap praktis melalui suatu bukti yang menghilangkan kesamaran atau kerumitan apapun,teridiri dari dua metode :yaitu: :

  1. Metode tak langsung

Adalah metode membuktikan suatu kaidah Hukum dengan menemukan bahwa ia secara spesifik telah ditetapkan oleh Islam,dan dengan demikian secara jelas menetapkan sikap praktis yang diperintahkan atas manusia oleh kewajibannya berkenaan dengan pelaksanaan Hukum Islam.

  1. Metode langsung

Metode ini dikemukakan bukti untuk menentukan sikap praktis,tetapi bukan melalui penemuan keputusan yang jelas dalam suatu kasus tertentu,sebagaimana kita amati dalam metode ini.

Definisi Ilmu Ushul

Ilmu yang membahas unsure-unsur umum dalam prosedur mendeduksikan hukum-hukum Islam.Untuk memahami definisi ini,kita perlu mengetahui semua unsure-unsur umum dalam prosedur deduksi (Istinbath).

Prosedur untuk mendeduksi Hukum terdiri atas unsur-unsur khusus dan umum.

Unsur-unsur umum :

  1. penggunaaan pengertian umum (al ‘Urf al ‘Am) untuk memahami sebuah teks (al Nash).

  2. validitas pengertian umum. (Hujjiyah al Zuhur al ‘Urf)

  3. menerima dan mengikuti riwayat-riwayat dari para perawi yang dapat diandalkan dan terpercaya (Hujjiyah al Khabar).

Unsur-unsur khusus yaitu unsur-unsur yang berbeda dari satu kasus ke kasus lain.

Pokok bahasan Ilmu Ushul adalah proses deduksi

Sumber-sumber Hukum unutk membuktikan validitas dalam Ilmu Ushul :

  1. Al Bayan al Syar’iy (Teks Al Qur’an dan As Sunah)

Al Quran sebagai wahyu Allah,baik berupa makna maupun kata-kata kepada Nabi Muhammad saw. As Sunah adalah perkataan.pernyataan,perbuatan yang berasal dari Nabi Muhammad atau salah seorang dari dua Imam Ma’shum.
Madzhab pemikirannya yaitu ahlulbait nabi.

Pernyataan-pernyataan yang dari mereka terbagi menjadi tiga macam :

  1. Al Bayan al Ijabi al Qauli,yaitu kata-kata yang diucapkan oleh salah seorang Imam Ma’shum.

  2. Al Bayan al Ijabi al Fi’liy,yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang Imam Ma’shum

  3. Al Bayan al Salbi,yaitu diamnya salah seorang Imam Ma’shum mengenai situasi khusus sedemikian rupa sehingga mengungkapkan persetujuan beliau atasnya dan kesesuaiannya dengan syariah.

  1. Al Idrak al ‘Aqliy (Pemahaman Akal)

Akal adalah sumber fundamental kedua dalam riset-riset Ilmu Ushu guna membuktikan validitas unsure-unsur umum dalam proses deduksi dengan berdalil Al Bayan al Syar’i.(Al Qur’an).

Sumber akal (al Idarak Al ‘Aqliy meliputi hal-hal :

1. Pemahaman akal yang didasarkan pada pengalaman indera serta eksperimentasi. Co :
Air akan mendidih jika temeperatur mencapai 100 0 C, dan bahwa menempatkan air di atas
api untuk waktu yang lama akan menyebabkan air itu mendidih.

    1. Pemahaman Akal yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang diakui, co : satu adalah setengah dari dua, bahwa dua hal yang saling bertentangan tidak mungkin ada secara bersamaan dalam suatu entitas,bahwa keseluruhan adalah lebih besar dari bagian.Fakta-fakta ini diakui dan akal lazimnya menerima tanpa adanya usaha atau keraguan-keraguan sedikitpun.

    2. Pemahaman akal yang didasarkan pada spekulasi teoritis,

co :bahwa akibat akan berhenti sesudah sebab berhenti.Fakta ini tidak berswa bukti dan akal pun biasanya tidak otomatis menerimanya,tetapi dapat dipahami melalui spekulasi yang didasarkan pada bukti-bukti dan argumen-argumen.

Tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam al Idrak al ‘Aqliy meliputi :

  1. Pemahaman yang sempurna dan pasti ; suatu fakta yang tidak mungkin ada kesalahan atau keragu-keraguan atasnya.

  2. Pemahaman akal yang tak sempurna ; kecendrungan pikiran untuk memandang sesuatu itu mungkin tanpa adanya kepastian sempurna disebabkan oleh kemungkinan kesalahan.


Tafahum Sunni

Macam-macam hukum

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, hukum yang dikandung dalam al-Qur'an itu terdiri tiga macam:

1. Hukum-hukum yang bersangkut paut dengan keimanan (kepada Allah, malaikat, para nabi, hari kemudian, dan lain-lainnya).

2. Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan bagi seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.

3. Hukum-hukum yang bersangkut paut dengan ucapan, perbuatan, transaksi (aqad) dan pengelolaan harta Inilah yang disebut fiqhulqur'an, dan inilah yang dimaksud dengan Ilmu Ushul Fiqh sampai kepadanya.

. Sumber Hukum

Sumber hukum syara' ialah dalil-dalil syar'iyah (al-Adillatusy Syar'iyah) yang daripadanya diistinbathkan hukum-hukum syar'iyah.

Yang dimaksud dengan diistimbathkan ialah menentukan/mencarikan hukum bagi sesuatu dari suatu dalil.

Kata al-Adillah , jama' (plural) dari kata dalil, yang menurut bahasa berarti petunjuk kepada sesuatu. Sedang menurut istilah ialah sesuatu yang dapat menyampaikan dengan pandangan yang benar dan tepat kepada hukum syar'i yang 'amali. Artinya dapat menunjuk dan mengatur kepada bagaimana melaksanakan sesuatu amalan yang syar'i dengan cara yang tepat dan benar.

Adillah ada dua macam. Yang pertama satu kelompok yang semua jumhur sepakat, sedang kelompok yang lainnya ialah yang terhadap hal tersebut para jumhur ulama berbeda-beda sikapnya. Kelompok yang mereka sepakati yaitu al-Kitab (al-Qur'an), as-Sunnah, al-Ijma' dan al-Qiyas.Madzhab pemikiran dalam ushul fiqh yaitu shahabat nabi.

Secara singkat al-Adillah itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Dalil itu ada yang berupa wahyu dan ada pula yang bukan wahyu. Yang berupa wahyu yaitu yang dibaca (matluwwun) dan yang tidak dibaca (ghairu matluwwin). Yang matluw ialah al-Qur'an sedang yang ghairu matluw ialah as-Sunnah. Yang bukan wahyu, apabila itu merupakan pendapat (ar-Ra'yu) para mujtahidin, dinamakan aI-Ijma', sedang apabila ia berupa kesesuaian sesuatu dengan sesuatu yang lain, karena bersekutunya di dalam 'illat () dinamakan aI-Qiyas.

Landasan dalil-dalil tersebut ialah hadits tentang Mu'az bin Jabal ketika diutus oleh Nabi Muhammad SAW sebagai hakim () di Yaman. Rasulullah bertanya kepada Mu'adz "Bagaimana kamu akan memutuskan terhadap suatu perkara yan datang kepadamu?" Mu'adz menjawab, "Saya akan memutskan dengan KitabulIah." Nabi bertanya, "Kalau engkau tidak mendapatinya di dalam KitabuIIah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan memutus berdasar Sunnah Rasul." Nabi bertanya, "Kalau disitu juga tidak ada?" Mua'dz menjawab, "Saya akan berijtihad berdasar pendapatku dan saya tidak akan lengah." Nabi pun menepuk dada Mu'adz dan berkata "AlhamduIillah yang telah memberi taufik utusan RasululIah sesuai dengan apa yang diridlai oleh Allah dan Rasul-Nya."

Baik dinukil haditsnya sebagai berikut:

"Abu Bakar RA, ketika beliau masih hidup, apabila terdapat sesuatu perkara beliau melihat dulu pada al-Qur'an, apabila di situ tidak terdapat dan beliau mengetahui di dalam as-Sunnah terdapat, beliau akan memutus berdasar as-Sunnah itu, dan apabila di situ tidak ada, beliau menghimpun tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang terpilih, kemudian beliau bermusyawarah dengan mereka. Seperti itu pula yang dilakukan oleh Umar, para sahabat dan semua orang Islam mengakui khiththah ini."


Berdasarkan semua ini, maka al-Adillah (dalil-dalil) itu ada yang naqliyah (yang dinukil) dan ada yang aqliyah (berdasarkkan fikiran). Yang naqli itu yaitu al-Kitab, as-Sunnah, al-Ijma' dan al-'Urf, Syari'at orang-orang sebelum kita, dan madzhab Shahabi. Sedang yang aqli yaitu al-Qiyas, al-Mashalihal Mursalah, al-Istihsan dan aI-Istishhab. Semua ini memerlukan kepada yang lain. Bagaimanapun ijtihad, hal itu terjadi atas landasan akal yang sehat dan juga berdasarkan naqli, sedang pada yang naqli itu tidak dapat tidak harus dilakukan perenungan, pemikiran dan pandangan yang sehat.


Al-Qur'an, as-Sunnah dan al-Ijma' merupakan sumber-sumber hukum yang berdiri sendiri, maksudnya apabila dibandingkan dengan al-Qiyas, tentu sangat berlainan. Sebab al-Qiyas itu menjadi sumber apabila terdapat sumbernya di dalam al-Kitab, as-Sunnah dan al-Ijma' dan juga memerlukan mengetahui 'illat hukum dari sesuatu yang asli. Tegasnya, sumber hukum yang berdiri sendiri sebagai sesuatu yang asli adalah al-Qur'an dan as-Sunnah. Setelah itu menempati urutan berikutnya al-Ijma' dan al-Qiyas. Imam asy-Syafi'iy menamakan aI-Qiyas juga dengan al-Ijtihad.



Daftar Pustaka

1.DR.Satria Effendi, Pengantar Ushul Fiqh & Ushul Fiqh Perbandingan,M.Baqir Ash Shadr & Murtadha Muthtahhari,Penerbit Pustaka Hidayah, Jumadil awal 1414 H/November 1993 M.

2.Situs http://www.MQ.com/ushulfiqh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hai sobat blogger, aku akan membalas komentar sobat.

Movie & TV Show Preview Widget

Book Author : Dostoyevsky